Mitos "Melepaskan Binatang Peliharaan Mampu Menyembuhkan Penyakit"
Kulon
Progo merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Daerah Istimewa
Yogyakarta. Di sebelah timur Kabupaten Kulon Progo berbatasan dengan Kabupaten
Sleman dan Bantul, di sebelah selatan berbatasan dengan Samudra Hindia, di
sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Purworejo, dan di sebelah utara
berbatasan dengan Kabupaten Magelang. Luas wilayah kabupaten Kulon Progo berkisar
586 km². Kabupaten Kulon Progo berdiri pada tanggal 15 Oktober 1951, sehingga
pada tanggal tersebut selalu diperingati sebagai hari jadi Kabupaten Kulon
Progo. Saat adanya peringatan hari jadi tersebut, biasanya dilaksanakan upacara
dan penampilan kesenian daerah sebagai sarana melestarikan kebudayaan setempat.
Nama Kulon Progo sendiri memiliki arti sebelah barat Sungai Progo (kata kulon dalam Bahasa Jawa berarti barat).
Sungai Progo ialah perbatasan sebelah timur dari wilayah Kabupaten Kulon Progo
dengan Kabupaten Sleman.
Kabupaten
Kulon Progo memiliki 12 kapanewon yang terdiri dari Temon, Wates, Panjatan,
Lendah, Galur, Sentolo, Pengasih, Kalibawang, Samigaluh, Girimulyo, Kokap, dan
Nanggulan. Ibu kota Kulon Progo adalah Kapanewon Wates. Kapanewon Wates
merupakan kapanewon yang paling padat penduduk jika dibandingkan kapanewon
lainnya. Kepadatan penduduk yang ada di Kapanewon Wates tentu mengakibatkan
munculnya berbagai keberagaman budaya di tengah masyarakatnya. Banyak sekali mitos
dan legenda nenek moyang daerah setempat yang belum bahkan sama sekali tidak diketahui
oleh masyarakat umum. Mitos merupakan tradisi lisan yang berkembang di tengah
masyarakat dan
berkaitan
erat dengan narasi nenek moyang terdahulu yang tinggal di wilayah tersebut.
Salah satu kalurahan yang berada di wilayah Kapanewon Wates yaitu Granti. Di
Granti, masyarakat terdahulu mempercayai bahwa jika ada orang yang sedang
menderita penyakit berat maka ia harus melepaskan binatang peliharaan
kesayangannya ke alam bebas. Hal tersebut bertujuan untuk meringankan serta
melepaskan penyakit sang pemilik binatang. Jika dikaitkan dengan akal sehat
manusia, sebenarnya hal tersebut semata bertujuan untuk membebaskan binatang
agar dapat hidup dengan semestinya di alam bebas serta mampu mencari makan di
alam terbuka, sebab pemilik sedang sakit dan sudah pasti tidak mampu merawat
dan memberinya makan. Namun, orang terdahulu percaya bahwa dengan cara
melepaskan binatang peliharaan mampu menyembuhkan penyakit sang pemilik.
Keyakinan tersebut masih melekat dan dipercayai oleh orang terdahulu. Pasalnya
salah satu warga Granti, Kapanewon Wates yang bernama Bapak Sadiran telah
membuktikan kebenaran hal itu.
Bapak
Sadiran merupakan ketua RT di salah satu dusun yang ada di Kalurahan Granti.
Beliau merupakan sesepuh dan orang
terpandang di dusunnya. Kini usia beliau berkisar 75 tahun. Bapak Sadiran
menderita penyakit komplikasi antara lain penyakit gula dan paru-paru basah
sejak 4 bulan terakhir. Bapak Sadiran dirawat di rumah sakit Pura Raharja
Medika yang selama 3 hari. Kondisinya semakin hari semakin melemah karena salah
satunya faktor usia. Penyakit komplikasi yang dideritanya diusia yang sudah
senja tersebut beliau lalui dengan senantiasa berdoa kepada Tuhan disertai
ikhtiar semampunya. Beliau sempat berpesan kepada anaknya untuk melepaskan
binatang kesayangannya di rumah berupa burung perkutut agar penyakitnya lekas
sembuh. Hal itu dilakukan sebagai salah satu ikhtiar yang bisa beliau lakukan
selain meminta pertolongan kepada Tuhan. Setelah anaknya melakukan apa yang
diminta oleh Bapak Sadiran ternyata benar, semakin hari kondisinya semakin
membaik.
Sampai
saat ini belum terungkap apa sebenarnya relasi dari melepaskan binatang
peliharaan dengan sembuhnya penyakit sang pemilik binatang, terutama memelihara
burung perkutut. Konon, burung perkutut merupakan burung jelmaan
ular.
Kebenaran akan pernyataan tersebut tentu dipertanyakan dan diragukan oleh
masyarakat masa kini. Sebab secara logika burung perkutut dan ular merupakan
dua binatang yang berbeda. Namun, kalau secara mitos hal itu bisa saja terjadi.
Melihat dari corak burung perkutut yang memiliki kemiripan dengan sisik ular.
Kemungkinan warna dan corak lurik dari burung perkutut merupakan suatu tameng baginya
untuk terhindar dari ancaman. Burung perkutut seolah berkamuflase menjadi ular
saat kondisi tertentu. Jadi, bisa saja burung perkutut berkamuflase seperti
ular dengan tujuan mengelabui bahaya, musuh, ataupun ancaman. Oleh sebab itu,
banyak yang beranggapan bahwa burung perkutut ialah jelmaan ular atau ular
jadi-jadian.
Mayoritas
masyarakat Jawa zaman dahulu juga memiliki ilmu tenaga dalam sebagai kekuatan
untuk tubuhnya. Apalagi seseorang yang memiliki jabatan tinggi ataupun usaha
besar, ilmu tenaga dalam tentu melekat dan tidak asing lagi dalam dirinya.
Kekuatan tersebut bertujuan sebagai penangkal dari segala kejahatan dan
marahabaya. Begitu pun dengan Bapak Sadiran yang merupakan sosok ketua RT dan
orang terkemuka di dusunnya. Kata sang anak belum lama ini Bapak Sadiran
bertemu dengan orang pintar yang merupakan temannya untuk melepaskan ilmu
tenaga dalam yang ada di tubuhnya karena beliau merasa umurnya yang sudah
senja. Bapak Sadiran berpikir bahwa dirinya tidak lagi membutuhkan kekuatan
tenaga dalam seperti ketika beliau muda dahulu. Dan benar saja tidak lama
kemudian setelah ilmu tenaga dalamnya berhasil dilepaskan dari tubuhnya, kondisi
tubuh beliau pun menjadi melemah dan penyakit komplikasinya kambuh secara
tiba-tiba. Hal itu dipercaya sebagai penyebab awal sakit gula dan paru-paru
basah yang diderita Bapak Sadiran kambuh kembali. Memiliki kekuatan tenaga
dalam juga masih menjadi kepercayaan erat bagi masyarakat Jawa terdahulu. Hampir
seluruh masyarakat jaman dahulu memiliki kekuatan tersebut sebagai penangkal
bahaya dan kebugaran tubuh. Kisah yang dialami Bapak Sadiran sampai kini masih
tumbuh dalam tradisi lisan masyarakat setempat.
Narasumber:
Ibu Srimarni, S.Pd (berusia 60 tahun) adik ipar dari Bapak Sadiran.
Daftar Pustaka
Rakasiwi,
Gilang Bayu. 2022. Kabupaten Kulon Progo.
Diakses dari kulonprogokab.go.id pada 19 Agustus 2023.
Baru tau ada mitos seperti itu di Jogja
BalasHapusMenarik, ternyata Jogja punya mitos yang unik" ya
BalasHapuswahh, ternyata mitos ini ada ya
BalasHapusMalah jadi pengen pelihara
BalasHapus