Ulasan Cerpen "Anjing-anjing Menyerbu Kuburan" Karya Kuntowijoyo
Ulasan Unsur Fiksi Cerpen
“Anjing-anjing Menyerbu Kuburan” Karya Kuntowijoyo
Gambar 1: Sampul Cerpen |
Gambar 2: Kuntowijoyo
|
|
|
Sumber: https://m.bukalapak.com
|
Sumber: https://id.m.wikipedia.org
|
Judul
Cerpen : Anjing-anjing Menyerbu Kuburan
Pengarang : Kuntowijoyo
Penerbit : Kompas
Tahun
Terbit : 2017
Sumber
Cerpen : https://academia.edu/
Cerpen
yang berjudul “Anjing-anjing Menyerbu Kuburan” merupakan salah satu cerpen
karangan Kuntowijoyo. Kuntowijoyo merupakan seorang sastrawan, budayawan, dan
sejarawan di Indonesia. Kuntowijoyo lahir di Bantul, 18 September 1943. Beliau
dibesarkan di Ceper, Klaten dalam lingkungan keluarga Jawa yang beragama Islam.
Ketertarikannya pada dunia sastra sejak duduk di bangku SD. Kuntowijoyo sering mendengarkan siaran puisi dari radio
Surakarta asuhan Mansur Samin dan Budiman S.Hartojo. Mentornya yang bernama M.
Saribi Arifin dan M. Yusmanam mendorongnya untuk menulis sastra. Sejak SMA,
Kuntowijoyo sering membaca karya sastra dengan penulis Indonesia maupun luar
negeri. Pada tahun 1964 Kuntowijoyo pun berhasil menulis novel pertamanya yang
berjudul “Kereta Api yang Berangkat Pagi Hari” dan dimuat sebagai cerita bersambung
di harian Djihad tahun 1966.
Latar
belakang Kuntowijoyo yang merupakan sosok cendekiawan Muslim dan seorang
aktivis Muhammadiyah serta pengarang kelahiran tanah Jawa menjadi salah satu
inspirasi dari terciptanya cerpen yang berjudul “Anjing-anjing Menyerbu
Kuburan”. Cerpen “Anjing-anjing Menyerbu Kuburan” berhasil memperoleh penghargaan sebagai cerpen
terbaik Kompas pada tahun 1997. Cerpen tersebut menceritakan kisah seorang
laki-laki yang termarjinalkan dalam kehidupan masyarakat urban. Sosok tersebut
ingin memperoleh kekayaan dengan cara instan. Ia melakukan pertapaan selama
tujuh hari tujuh malam dan percaya perdukunan. Sosok tersebut telah melakukan
perbuatan syirik dan menyimpang dari agama. Kuntowijoyo menampilkan 2 aspek
secara bersamaan di dalam cerpen ini, yakni aspek pertentangan syariat agama
dan kentalnya budaya Jawa.
Dalam
cerpen tersebut terdapat unsur fiksi yang membangun jalannya cerita. Stanton
dalam Nurgiyantoro (2017:31-32) membedakan unsur pembangun sebuah cerita ke
dalam tiga bagian, antara lain fakta cerita, tema, dan sarana cerita.
A. Fakta Cerita
Fakta
(facts) dalam sebuah cerita meliputi
tokoh dan penokohan, plot, serta latar. Ketiganya merupakan unsur fiksi yang
secara faktual (nyata) dapat dibayangkan peristiwanya dan keberadaannya dalam
sebuah cerpen. Tokoh dan penokohan, plot, serta latar merupakan struktur
faktual dan tingkatan faktual suatu cerita. Ketiga unsur tersebut merupakan
satu kesatuan dalam rangkaian keseluruhan cerita, bukan sesuatu yang berdiri
sendiri dan terpisah satu dengan yang
lainnya. Menurut Abdurrahman dan Hasanah (2023:69) fakta merupakan sarana untuk
mengonstruksi rangkaian cerita. Fakta cerita membentuk plot, karakter, dan setting. Hubungan antara ketiga elemen
tersebut menjadi unsur pembentuk cerita. Untuk mengetahui kekuatan faktual
suatu cerita adalah dengan menganalisis hubungan sebab akibat antara alur,
tokoh, dan latar.
1.
Tokoh
dan Penokohan
Tokoh dan penokohan
merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari unsur intrinsik fiksi yang
lain. Tokoh merupakan pelaku dalam karya
sastra. Tokoh adalah inidividu rekaan yang mengalami peristiwa atau perlakuan
dalam berbagai peristiwa cerita dan merupakan bagian dari suatu keutuhan
artistik karya sastra (Sudjiman dalam Nurhidayati, 2018:493). Penokohan adalah
cara pengarang dalam menggambarkan dan mengembangkan karakter tokoh-tokoh dalam
cerita (Supriatna, 2007:78). Tokoh dan penokohan yang terdapat pada cerpen
“Anjing-anjing Menyerbu Kuburan” karya Kuntowijoyo yaitu:
a.
Laki-laki
Tokoh utama dalam
cerpen “Anjing-anjing Menyerbu Kuburan” yaitu sosok laki-laki tulang punggung
keluarga yang ingin mendapatkan kekayaan dengan cara instan. Ia mempercayai perdukunan
dan melakukan pertapaan selama tujuh hari tujuh malam. Selain itu, ia juga
mencari daun telinga mayat yang baru saja dikubur pada hari Anggara Kasih
(Selasa Kliwon) sebagai ritual terakhirnya untuk memperoleh kekayaan. Laki-laki
tersebut menginginkan kekayaan untuk mempercantik istrinya, membayar uang
sekolah anaknya, dan menghidupi keluarganya. Sosok laki-laki tersebut adalah
gambaran seorang suami dan ayah yang pemalas karena ingin mendapatkan uang tanpa bekerja. Tokoh ini juga sepertinya
tidak memiliki wawasan agama yang mendalam. Dibuktikan pada
dirinya yang masih percaya dengan hal-hal mistis dan perdukunan untuk
mendapatkan uang tanpa berikhtiar (bekerja).
b.
Istri laki-laki
Istri laki-laki tidak
mengetahui perbuatan suaminya di belakangnya yang ingin memperoleh kekuasaan dengan cara instan.
Istrinya merupakan sosok yang lugu dan
mudah percaya pada suaminya. Dibuktikan saat sang suami hendak melancarkan
aksinya ke kuburan, istrinya sempat menegurnya dan menanyakan hendak pergi ke
mana suaminya itu. Sang suami berbohong
dengan menjawab hendak pergi ronda.
c.
Anjing-anjing
Anjing merupakan
binatang yang peka terhadap rangsangan,
maka dari itu anjing sering dijadikan sebagai hewan penjaga. Indera
penciumannya sangat tajam dan lebih baik daripada manusia. Tokoh anjing-anjing
dalam cerpen ini juga digambarkan secara realistis seperti anjing pada umumnya. Anjing-anjing mampu mengendus
mayat yang baru saja dikeluarkan dari
tanah oleh sang laki-laki. Anjing-anjing dalam cerpen ini memiliki
watak gigih dan semangat. Dibuktikan
ketika anjing-anjing itu berdatangan satu per satu saat mayat telah berhasil
dikeluarkan dari liang kuburan. Anjing-anjing mulai menyerang sosok laki-laki tersebut ketika
laki-laki tersebut hendak menggigit daun
telinga mayat. Sosok laki-laki itu
berusaha mengusir anjing-anjing dengan menyerangnya menggunakan tangan dan
kakinya hingga terluka. Sosok laki-laki itu juga mengusir anjing-anjing dengan
kayu nisan mayat dengan cara memukulinya. Tetapi anjing-anjing lain justru berdatangan
hingga berjumlah tujuh ekor dan semakin galak. Meskipun telah dipukuli
menggunakan kayu nisan, anjing-anjing tidak lari dan tetap mengganggu pekerjaan
laki-laki tersebut.
d.
Para warga
Para warga desa yang
bertugas menjaga makam baru orang yang meninggal pada Selasa Kliwon itu kurang waspada dan lugu. Dibuktikan ketika mereka berjaga di sekitar makam dan asik bermain kartu, hingga akhirnya sosok laki-laki berhasil
melancarkan aksinya dengan menaburkan beras kuning di empat penjuru angin yang mengelilingi
penjaga kubur yang membuat mereka tertidur lelap. Saat bangun pun para warga melihat
sosok laki-laki terkapar di kuburan yang di dekatnya terdapat mayat yang telah
dikeluarkan dari liang serta para anjing di sekitar kuburan. Para warga justru mengira
bahwa sosok laki-laki itu seorang
penyelamat mayat yang hendak diserang dan dimakan anjing. Hanya ada seorang
warga yang mengira bahwa sosok laki-lakilah yang justru merupakan pencurinya.
2.
Alur
atau Plot
Stanton dalam
Nurgiyantoro (1998:113) menyatakan bahwa alur atau plot adalah cerita yang
berisi urutan kejadian dan memiliki hubungan sebab-akibat. Plot merupakan
cerminan atau perjalanan tingkah laku tokoh dalam bertindak, berpikir,
merasakan, dan bersikap dalam menghadapi berbagai masalah kehidupan. Kejadian,
perbuatan, dan tingkah laku kehidupan manusia
termasuk ke dalam plot jika bersifat khas, mengandung unsur konflik, saling berkaitan,
dan bersifat dramatik (Nurgiyantoro, 1998:114). Alur atau plot yang terdapat
pada cerpen “Anjing-anjing Menyerbu Kuburan” karya Kuntowijoyo yaitu:
Episode 1: Persiapan
sosok laki-laki menuju kuburan (di rumah)
a. Persiapan
sosok laki-laki menuju kuburan
b. Percapakan
laki-laki dengan istrinya
Episode
2: Warga desa yang berjaga di sekeliling kuburan
a. Suasana
warga menjaga kuburan sambil bermain kartu
b. Sosok
laki-laki mengawasi sekitar sambil
membawa beras kuning
c. Sosok
laki-laki menabur beras kuning sambil
membaca mantra
d. Warga
tertidur
Episode
3: Sosok laki-laki menggali kuburan
a. Sosok laki-laki mematikan lampu petromaks
b. Sosok
laki-laki mencabut patok kuburan
c. Sosok
laki-laki menggali kuburan dengan tangannya
d. Sosok
laki-laki mengangkat mayat ke atas tanah
Episode
4: Pertarungan sosok laki-laki dengan anjing-anjing
a. Kedatangan
anjing-anjing ke kuburan
b. Pertarungan
sosok laki-laki dengan anjing-anjing
c. Sosok
laki-laki pingsan
d. Warga
berdatangan dan anjing-anjing lari
e. Warga
menemukan mayat di atas tanah dan sosok
laki-laki yang pingsan
3.
Latar
atau Setting
Latar atau setting adalah suasana yang
melatarbelakangi cerita, baik latar keadaan tempat, waktu, ataupun suasana.
Tempat dan waktu yang dirujuk dalam suatu cerita dapat berupa faktual dan
khayalan (Supriatna, 2007:79). Latar atau setting yang terdapat pada cerpen
“Anjing-anjing Menyerbu Kuburan” karya Kuntowijoyo yaitu:
a. Lingkungan
peristiwa
1) Rumah:
ditunjukkan pada saat sosok laki-laki melakukan persiapan di rumah dan
bercakap-cakap dengan istrinya.
2) Sekeliling
kuburan: ditunjukkan ketika para warga sedang menjaga kuburan sepanjang malam
di dekat kuburan baru orang yang meninggal pada Selasa Kliwon. Para warga
menjaga kuburan sambil bermain kartu, mengobrol, dan makan makanan kecil.
3) Kuburan:
ditunjukkan ketika sosok laki-laki menggali kuburan dengan tangannya dan
mengangkat mayat dari liang kubur. Di kuburan, sosok laki-laki bertarung dengan
anjing-anjing ketika dirinya hendak menggigit daun telinga mayat. Sosok
laki-laki pingsan dan ditemukan oleh para warga.
b. Waktu
1) Malam
hari: ditunjukkan pada kutipan “Gelap
malam dan udara dingin telah memaksa para lelaki penduduk desa di atas
menggeliat di bawah sarung-sarung mereka.”
2) Tujuh
hari tujuh malam: Tujuh hari tujuh malam sosok
laki-laki bertapa untuk memenuhi syarat agar dirinya dapat
kekayaan. Ditunjukkan pada kutipan “Dan
yang membuatnya kaya raya telah memintanya bertapa tujuh hari tujuh malam, dan mencari daun telinga...”
c. Iklim
atau cuaca
1) Gelap
malam dan udara dingin: ditunjukkan pada kutipan “Gelap malam dan udara dingin telah memaksa para lelaki pendudukdesa di
atas menggeliat di bawah sarung-sarung mereka.”
d. Periode
sejarah
1) Diperkirakan
terjadi pada abad ke-19: ditunjukkan pada saat itu orang memakai gigi emas
bukan zamannya dan harga tanah 1m persegi hanya lima ratus rupiah saja.
e. Orang-orang
yang melatarbelakangi jalan cerita
1) Warga
desa yang berjaga di sekeliling kuburan: para warga desa yang menjaga di
sekeliling kuburan baru orang yang meninggal pada Selasa Kliwon sepanjang malam
menunjukkan bahwa warga desa setempat masih mempercayai hal-hal mistis.
B. Tema
Tema
adalah sesuatu yang menjadi dasar cerita. Tema berkaitan dengan berbagai
pengalaman kehidupan. Tema merupakan dasar cerita sebagai titik tolak pengarang
dalam menyusun karya. Sebelum menyusun cerita, pengarang harus menentukan tema
terlebih dahulu (Fitriani,dkk., 2021:5). Tema yang diangkat pada cerpen
“Anjing-anjing Menyerbu Kuburan” karya Kuntowijoyo yaitu budaya. Cerpen ini
menceritakan budaya orang Jawa yang masih mempercayai perdukunan, pertapaan 7
hari 7 malam, dan mendapatkan telinga mayat baru yang meninggal pada Selasa
Kliwon untuk memperoleh kekayaan. Masyarakat desa yang terdapat dalam cerpen
ini juga masih mempercayai hal ghaib dan
mistis sebab mereka menjaga semalaman penuh kuburan orang yang meninggal pada
hari Selasa Kliwon.
C. Sarana cerita
Sarana
cerita adalah teknik yang digunakan oleh pengarang untuk memilih dan menyusun
detail-detail cerita (peristiwa dan kejadian) menjadi pola yang bermakna. Tujuan adanya sarana cerita
yaitu agar pembaca melihat fakta seperti yang dilihat pengarang, menafsirkan
makna fakta seperti yang ditafsirkan pengarang dan merasakan pengalaman seperti
yang dirasakan pengarang. Macam-macam sarana cerita antara lain sudut pandang,
gaya (bahasa) dan nada, simbolisme, serta ironi. Menurut Sayuti (2000:147)
sarana cerita dalam karya fiksi antara lain judul, sudut pandang, gaya bahasa,
dan nada.
1.
Judul
Judul merupakan
cerminan atau gambaran isi dari suatu karya. Kuntowijoyo memberi judul yang
menarik pada cerpennya “Anjing-anjing Menyerbu Kuburan”. Awal membaca
judul tersebut pembaca tidak akan mampu
menebak bahwa isi ceritanya adalah
membahas mengenai budaya dan kepercayaan Jawa yang masih melekat oleh
warga-warga desa. Judul tersebut sangat mewakili isi cerpen setelah pembaca
membaca tuntas dan memaknai isi cerita. Anjing merupakan hewan yang peka
terhadap lingkungan sekitar. Anjing adalah hewan yang cerdas dalam hal membau.
Dalam cerpen tersebut, anjing
digambarkan sebagai penyelamat mayat dan penggagal aksi tokoh laki-laki yang
akan mencuri daun telinga mayat untuk pesugihan.
2.
Sudut
pandang
Sudut pandang adalah
cara pengarang memposisikan dirinya dalam cerita yang ditulisnya
(Fitriani,dkk.,2021:7). Sudut pandang merupakan cara dan atau pandangan yang
digunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan
peristiwa yang membentuk cerita (Abrams
dalam Nurgiyantoro, 1998:248). Sudut pandang yang digunakan pada cerpen
“Anjing-anjing Menyerbu Kuburan” karya Kuntowijoyo yaitu sudut pandang orang
ketiga mahatahu. Hal tersebut dibuktikan
penyebutan tokoh laki-laki ditulis dengan “ia”. Melalui sudut pandang ini,
Kuntowijoyo mengetahui segalanya menyangkut tokoh laki-laki. Kuntowijoyo
mengetahui apa yang akan dilakukan dan sedang dipikirkan oleh tokoh laki-laki, serta perasaan tokoh
laki-laki.
3.
Gaya
bahasa dan nada
Bahasa yang terdapat
dalam karya sastra mengandung unsur emotif dan bersifat konotatif. Gaya bahasa
menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (1998:276) adalah cara pengucapan bahasa
dalam prosa atau cara pengarang mengungkapkan sesuatu. Nurgiyantoro (1998:277)
menjelaskan gaya bahasa merupakan teknik pemilihan ungkapan kebahasaan yang
mampu mewakili sesuatu yang akan diungkapkan. Membaca cerpen akan membawa kita
ikut merasakan nada tertentu yang tersirat dari cerita tersebut. Kenny dalam
Nurgiyantoro (1998:284) menyatakan bahwa nada adalah ekspresi sikap pengarang
terhadap masalah yang diungkapkan dan terhadap pembaca. Gaya bahasa yang
digunakan pada cerpen “Anjing-anjing Menyerbu Kuburan” yaitu bahasa yang menggambarkan suasana desa
di pedalaman tanah Jawa. Banyak kata-kata yang diungkapkan menggunakan bahasa
Jawa seperti kata mendekami, kuburan, teplok, Kang, papat, pancer, grusa-gusu,
mangan, dan lain-lain. Percapakan antartokoh juga mayoritas menggunakan bahasa
Jawa. Sedangkan nada yang digunakan pada cerpen “Anjing-anjing Menyerbu
Kuburan” yaitu nada ketegangan. Banyak scene
yang membuat pembaca turut merasakan ketegangan tokoh laki-laki. Ketegangan
dirasakan hampir dari awal cerita hingga cerita berakhir. Ketegangan mulai
terasa ketika tokoh laki-laki menabur beras kuning di sekitar kuburan untuk
membuat para warga tertidur. Selanjutnya ketegangan terjadi saat tokoh
laki-laki menggali kuburan dan bertarung dengan anjing-anjing.
D. Kelebihan dan Kekurangan Cerita
Kelebihan cerpen ini yaitu mampu menggambarkan
sosok laki-laki yang memiliki kepercayaan dan budaya Jawa yang sangat kental
dan dikemas menggunakan bahasa yang sederhana. Bahasa Jawa yang dicantumkan
dalam beberapa percakapan antartokoh menjadikan gambaran bahwa latar cerita ini
terjadi di daerah Jawa. Cerita fiktif ini dikemas seolah-olah seperti cerita
fakta yang terjadi pada masyarakat Jawa. Cerpen ini mampu menggambarkan isu
masyarakat yang masih percaya hal-hal ghaib, mistis, percaya perdukunan, dan
pesugihan. Permasalahan yang diangkat
pun mewakili kebudayaan sebagian masyarakat Jawa yang mampu menjadi pengingat kepada
kita untuk memilah budaya apa saja yang patut dilestarikan dan tidak menentang
syariat agama. Penggambaran kekompleksan
watak yang dimiliki tokoh laki-laki
merupakan kehebatan Kuntowijoyo dalam hal menuangkan idenya. Tokoh laki-laki
yang digambarkan pemalas karena menginginkan kekayaan dengan cara instan juga
memiliki sifat pengertian kepada keluarga. Tokoh laki-laki melakukan pesugihan
demi anak, istri, dan keluarganya. Tokoh laki-laki pun juga pernah
berangan-angan jika dirinya terpaksa harus mencuri, ia akan menyuruh orang
untuk mencuri harta orang-orang kaya yang serakah saja.
Kekurangan cerpen ini yaitu terdapat
ketidakmasukakalan cerita ketika tokoh laki-laki melawan serangan anjing-anjing
dan tiba-tiba banyak anjing berdatangan,
hingga terdapat tujuh ekor anjing yang bertarung dengan tokoh laki-laki.
Kemungkinan ada makna tersirat yang hendak disampaikan oleh Kuntowijoyo dengan
7 ekor anjing yang menyerang tokoh laki-laki dalam waktu bersamaan. Tetapi hal
itu justru membuat pembaca merasa
bertanya-tanya dengan alur cerita tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman dan Uswatun Hasanah. 2023. Buku Ajar: Pengantar Pengkajian
Kesusastraan. Yogyakarta: Deepublish Digital
Fitrian, Rani Siti, dkk. 2021. Ensiklopedi
Bahasa dan Sastra Klasik: Jenis dan Macam Sastra Klasik. Yogyakarta: Hikam
Pustaka.
Muksin, Hafidz. 2022. “Kuntowijoyo”.
Diakses dari https://badanbahasa.kemdikbud.go.id
pada 3 Desember 2023.
Nurgiyantoro, Burhan. 1998. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Nurgiyantoro, Burhan. 2017. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Nurhidayati. 2018. “Pelukisan Tokoh dan
Penokohan dalam Karya Sastra”. Prosiding
Konferensi Nasional Bahasa Arab IV. pp. 493-506. Diakses dari https://prosiding.arab-um.com
pada 3 Desember 2023.
Sayuti, Suminto A. 2000. Berkenalan
dengan Prosa Fiksi. Yogyakarta: Gama
Media.
Supriatna, Agus. 2007. Bahasa Indonesia untuk Kelas IX Sekolah
Menengah Pertama. Bandung: Grafindo Media Pratama.
wah keren, kita memang tidak boleh mencampuradukkan antara budaya dan agama
BalasHapusGOOD
BalasHapuskeren mbak analisisnya sangat lengkap
BalasHapusBagus
BalasHapuswah menarik, bisa dijadikan inspirasi tugas ulasan saya
BalasHapusKeren dik
BalasHapuswih keren,, ceritanya kayak nyata yah
BalasHapusCerpen dengan alur tidak terduga
BalasHapus