Analisis Latar Bab 3 pada Novel "Bumi Manusia" Karya Pramoedya Ananta Toer


Sumber: https://spiritmahasiswa.trunojoyo.ac.id/


ANALISIS LATAR BAB 3 PADA NOVEL "BUMI MANUSIA"

KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER 

Terdapat 6 unsur latar dalam novel Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer bab 3, antara lain:

1. Lingkungan peristiwa yang menggambarkan lingkungan tempat terjadinya peristiwa:

a.       Boerderij Buitenzorg, Wonokromo. Pada halaman 73 terdapat kutipan “Boerderij Buitenzorg di Wonokromo sana rasanya terus juga memanggil-manggil, setiap hari, setiap jam.” Kutipan tersebut menggambarkan sosok Minke yang sedang memikirkan segala kejadian yang terjadi di Boerderij Buitenzorg, rumah Annelies. Pikiran Minke dipenuhi oleh sosok Annelies dan Nyai Ontosoroh. Ia dibuat kagum sekaligus terheran dengan kehidupan gundik yang terlihat lebih bermartabat dibandingkan gundik pada umumnya dan anak gadisnya yang begitu cantik dan kekanakan.

b.      E.L.S. Simpang: Pada halaman 73 terdapat kutipan “Aku gandeng gadis kecil itu sampai ke sekolahannya di E.L.S. Simpang.” E.L.S. Simpang merupakan sekolahannya May Marais. May Marais yaitu anak gadis kecil Jean Marais. Ia satu-satunya anak Jean Marais dengan gadis Aceh kelahiran pantai. Jean Marais ialah sahabat Minke yang berasal dari Perancis. Ia bekerja sebagai pelukis dan pengrajin kayu. Dirinya sibuk dengan pekerjaanya, sehingga setiap pagi anaknya berangkat sekolah bersama Minke karena memang kebetulan searah.

c.       H.B.S. : Pada halaman 73 terdapat kutipan “Kemudian aku berjalan kaki sendirian menuju ke sekolahanku di jalan H.B.S.” H.B.S merupakan sekolahan Minke. Setiap pagi ia berangkat ke sekolah bersama May Marais untuk mengantarkannya ke E.L.S. Simpang terlebih dahulu. H.B.S. merupakan tempat sekolah bagi anak keturunan Eropa, Tionghoa, dan elit pribumi. Minke mampu bersekolah di sana karena seorang anak bupati B.

d.      Di dalam kelas: Pada halaman 74 terdapat kutipan “Juga di dalam klas Annelies terus-menerus muncul.” Minke sangat kepikiran dengan paras cantik dan sikap kekanakan Annelies, sehingga saat berada di dalam kelas pun dirinya terbayang-bayang oleh wajah Annelies.

e.       Bengkel Jean Marais: Pada halaman 74 terdapat kutipan “Pulang dari sekolah aku langsung memasuki bengkel Jean Marais”. Bengkel yang dimaksud yaitu tempat Jean Marais untuk mengerjakan pekerjaan melukis dan membuat kerajinan kayunya.

f.       Ranjang: Pada halaman 74 terdapat kutipan “Maunya badan ini bergolek-golek di ranjang dengan mengenangkan Annelies.” Minke ingin tiduran di ranjang untuk sekedar memikirkan Annelies yang cantik dan kekanakan tanpa melakukan aktivitas lainnya.

g.       Rumah: Pada halaman 74 terdapat kutipan “Di rumah, Mevrouw Telinga tak jemu-jemu minta diceritai tentang kunjunganku ke Boerderij Buitenzorg...” Rumah yang dimaksud ialah tempat pemondokan Minke. Mevrouw Telinga merupakan ibu pemondokan yang Minke huni. Istri Kopral Telinga yang sangat menyayangi Minke seperti anak sendiri, sebab dirinya mandul. Ia perduli kepada Minke sehingga setelah Minke berkunjung ke rumah Nyai Ontosoroh, Mevrouw Telinga pun menasehatinya.

h.      Tangsi: Pada halaman 79 terdapat kutipan “Adiknya lelaki menyusup ke dalam tangsi, menikmanya dengan rencong dari samping.” Tangsi merupakan gudang persenjataan atau penjara kompeni. Jean Marais waktu itu sedang menceritakan terbunuhnya istri tercintanya di tangan adik lelaki istrinya itu di dalam tangsi menggunakan rencong beracun.

i.        Atas ambin kayu: Pada halaman 80 terdapat kutipan “Aku lari mencari May yang sedang tidur dengan aman di atas ambin kayu...” Setelah Jean Marais menceritakan kisah pilu istrinya, sosok ibu dari anaknya, Minke merasa iba dan memeluk May yang sedang tidur di atas ambin kayu.

j.        Tanah lapang Koblen: Pada halaman 84 terdapat kutipan “Ia kubawa ke tanah lapang Koblen...” Minke mengajak May jalan-jalan ke tanah lapang Koblen untuk menghibur hati May, sebab ia sedih karena Jean Marais tidak pernah mengajaknya jalan-jalan. Jean Marais tidak bisa menemani anaknya jalan-jalan karena takut anaknya sakit hati jika diejek oleh orang-orang, bahwa memiliki ayah berkaki pincang. Selain itu, Jean juga sibuk dengan pekerjaannya.

k.      Quartier Latin di Paris: Pada halaman 85 terdapat kutipan “Kemudian ia tinggal di  Quartier Latin di Paris, menjajakan lukisan-lukisannya...” Jean Marais bercerita kepada Minke bahwa dirinya pernah tinggal di Quartier Latin di Paris untuk menjual lukisannya. Dirinya bosan karena tidak ada kemajuan dan uangnya pun kian habis. Hal itu yang menyebabkan dirinya putus asa dan masuk ke kompeni.

l.        Eropa, Maroko, Lybia, Aljazair, Mesir: Pada halaman 85 terdapat kutipan “Ditinggalkannya Eropa, pergi ke Maroko, Lybia, Aljazair, dan Mesir.” Jean Marais tinggal dari 1 negara ke negara lainnya untuk menemukan kepuasan terhadap karya seni lukisnya yaitu mendapatkan perhatian masyarakat dan dunia kritik namun tak kunjung ia dapatkan. Hal itu hanya membuat uangnya habis dan berputus asa, hingga akhirnya bergabung ke kompeni.

m.    Medan Perang di Aceh: Jean Marais saat kehabisan uang dan merasa putus asa karena tidak mendapatkan kepuasan dalam hasil lukisannya pun memutuskan untuk masuk Kompeni. Di sana Jean Marais mendapatkan latihan selama beberapa bulan lalu berangkat ke medang perang di Aceh. Ia ditugaskan di Aceh sebagai spandri (serdadu kelas satu). Jika dirinya bukan berasal dari Totok, maka dirinya akan ditempatkan di serdadu kelas dua.

n.      Aceh: Pada halaman 86 terdapat kutipan “Ia dikirimkan ke Aceh sebagai spandri.” Jean Marais ditugaskan menjadi serdadu kelas satu di Aceh hingga akhirnya menemukan cintanya di sana.

o.      Pelataran Pemondokan: Pada halaman 90 terdapat kutipan “Menyeberangi pagar hidup di samping rumah sampailah aku di pelataran pemondokan.” Minke yang pulang dari bengkel Jean Marais dan sampai di pelataran pemondokannya dikagetkan dengan kedatangan Darsam yang membawakan surat dari Nyai Ontosoroh.

2. Lingkungan peristiwa yang terlihat dan menggambarkan tempat, tanpa adanya peristiwa

a.    Pelabuhan, kantor koran lelang, rumah para kenalan: Biasanya Minke pergi ke pelabuhan, ke kantor lelang untuk membuat teks iklan, ataupun ke rumah para kenalan untuk menawarkan perabot/mencari order lukisan potret. Namun, karena Minke yang sibuk memikirkan Annelies dan kehidupan Nyai Ontosoroh menjadikannya malas mengerjakan sesuatu (tidak mood, galau).

b.    Sorbonne: Tempat kuliah Jean Marais. Membuktikan bahwa Jean Marais dulunya juga seorang terpelajar, namun karena suatu hal yang membuatnya berhenti kuliah dan menekuni kemampuan melukisnya.

3. Waktu terjadinya sebuah peristiwa

a.       Setiap hari, setiap jam: Pada halaman 73 terdapat kutipan “Boerderij Buitenzorg di Wonokromo sana rasanya terus juga memanggil-manggil, setiap hari, setiap jam.” Minke merasa bahwa setiap hari bahkan setiap jam dirinya dinanti-nanti oleh Annelies dan ibunya untuk kembali ke sana, bahkan tidak hanya sekedar berkunjung, namun untuk tinggal di sana. Dirinya juga selalu memikirkan kejadian yang telah dialaminya di Boerderij Buitenzorg.Rasa penasarannya mengenai keluarga Nyai Ontosoroh sangatlah tinggi.

c.    Setiap pagi: Pada halaman 73 terdapat kutipan “Setiap pagi aku berangkat ke sekolah membawa May Marais.” Minke berangkat sekolah ke H.B.S. selalu berdua bersama May Marais yang bersekolah di E.L.S, anak Jean Marais. Mereka berdua berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki. Dengan berjalan kaki menuju ke sekolah, Minke lebih jeli melihat kondisi sekelilingnya. Ia mengamati setiap kereta yang melewatinya, barangkali kereta Darsam yang lewat untuk menjemputnya kembali ke Boerderij Buitenzorg.

d.    Pulang dari sekolah: Pada halaman 74 terdapat kutipan “Pulang sekolah aku langsung memasuki bengkel Jean Marais.” Minke yang selalu memikirkan Annelies dan Nyai Ontosoroh ketika di sekolah bahkan di dalam kelas pun sepulang sekolah memutuskan sekedar mampir ke bengkel Jean Marais untuk menceritakan kisah yang ia alami selama berkunjung ke Boerderij Buitenzorg. Jean Marais merupakan sahabat Minke yang berasal dari Perancis. Jika Minke dalam masalah, bingung suatu hal, ataupun dalam kesulitan Jean Marais merupakan orang pertama untuk Minke curhat. Jean banyak memberi petuah yang dapat menyelesaikan segala permasalahan Minke.

e.    Sore: Pada halaman 74 terdapat kutipan “Kulihat para tukang baru memulai kerja sore.” Sepulang sekolah, Minke mampir ke bengkel Jean Marais dan melihat kesibukan Jean Marais beserta para tukangnya di sore itu. Jean mendapatkan banyak orderan, salah satunya pesanan perabot kamar dari Ah Tjong. Banyaknya orderan yang masuk pun membuat Jean Marais memberikan kelonggaran pada Minke untuk mengunjungi Boerderij Buitenzorg agar menjawab segala rasa penasarannya atas saran dari Jean Marais. Selain itu, Minke juga diberi kelonggaran untuk tidak perlu mencari orderan baru.

Selain itu, pada halaman 90 terdapat kutipan “Sudah sore, Jean, aku pulang.” Minke berpamitan kepada Jean Marais setelah mengajak May jalan-jalan sore. Jean Marais berterima kasih kepada Minke karena selalu merepotkan Minke untuk membantu menjaga May dan urusan pekerjaannya (lukisan dan kerajinan kayu).

f.     Lebih empat tahun: Pada halaman 76 terdapat kutipan “Ia setengah mati menolak belajar Belanda, sekali pun lebih empat tahun jadi serdadu...” Lebih dari 4 tahun Jean Marais menjadi serdadu Kompeni Belanda yang berperang di Aceh, namun dirinya tidak dapat berbahasa Belanda, yang ia kuasai hanya aba-aba militer. Jean Marais tidak memiliki keinginan untuk mempelajari bahasa Belanda. Bahasa Melayunya pun masih terbatas. Sedangkan untuk berkomunikasi dengan Minke ia menggunakan bahasa Perancis, padahal Minke belum banyak menguasai bahasa Perancis.

g.    Lima tahun: Pada halaman 85 terdapat kutipan “Lima tahun telah berlalu”. Lima tahun di situ menceritakan perjalanan Jean Marais yang berjuang untuk menjajakan lukisannya serta mengukir di pinggir jalan. Saat itu ia tinggal di Quartier Latin, Paris. Namun hidupnya tak kunjung mendapat kemajuan. Ia merasa bosan pada lingkungannya lalu memutuskan untuk pergi ke Maroko, Lybia, Aljazair, dan Mesir. Akan tetapi dirinya tak kunjung menemukan sesuatu yang dicarinya, hingga akhirnya uangnya habis dan ia putus asa. Hal itu yang mengakibatkan dirinya bergabung ke kompeni untuk menyambung hidup.

h.    Dua puluh tujuh tahun: Pada halaman 88 terdapat kutipan “Duapuluhtujuh tahun mereka sudah berperang, berhadapan dengan senjata...” Jean Marais menceritakan bahwa orang Aceh telah berperang melawan penjajah selama dua puluh tujuh tahun lamanya. Masyarakat Aceh berperang melawan Kompeni yang menggunakan senjata modern seperti senapan dan meriam. Sedangkan masyarakat Aceh hanya menggunakan senjata tradisional seperti parang, tombak, dan ranjau Aceh yang tak sebanding dengan senjata Kompeni. Namun masyarakat Aceh tetap berusaha melawan Kompeni dengan kegigihannya. Kemampuan masyarakat Aceh tinggi, pandai menggertak, ulet, pekerja keras, serta memiliki kemampuan berorganisasi yang tinggi. Hal itulah yang mampu menghancurkan banyak kekuatan Kompeni.

i.      Besok atau lusa: Pada halaman 89 terdapat kutipan “Dan aku mondar-mandir melihat-lihat lukisan jadi yang besok atau lusa harus kuantarkan...” Sepulang dari tanah lapang Koblen bersama May, Minke melihat hasil lukisan Jean yang siap untuk diantarkan besok atau lusa kepada pemesan. Minkelah yang bertugas melayani kebawelan para pemesan jika terdapat perubahan pada lukisan yang mereka kehendaki dengan modal kepandaian keterampilan berkomunikasinya.

j.      Satu-dua jam: Pada halaman 91 terdapat kutipan “Satu-dua jam pun memadai.” Itu merupakan penggalan isi surat yang dikirimkan oleh Nyai Ontosoroh kepada Minke. Nyai Ontosoroh mengharapkan kedatangan Minke untuk kembali ke rumahnya sebisa mungkin walaupun sekedar 1-2 jam saja. Sebab waktu yang sebentar tersebut akan mengobati rindu yang dirasakan Annelies. Nyai Ontosoroh menyampaikan bahwa Annelies jadi pelamun, tidak suka makan, dan pekerjaannya terbengkalai karena menantikan kedatangan Minke.

4. Iklim atau cuaca

a.       Segumpal mendung dan mendung semakin tebal: Pada halaman 84 terdapat kutipan “May menarik tanganku, menuding pada segumpal mendung yang muncul di ufuk.” Pada halaman 89 juga terdapat kutipan “Mendung semakin tebal, May, mari pulang.” Saat itu Minke dan May Marais sedang menonton orang bermain layang-layang, hingga akhirnya terdapat beberapa layang-layang yang putus. Layangan yang putus kemungkinan menandakan angin yang saat itu sedang kencang. Segumpal mendung yang berada di ufuk (barat) karena menunjukkan sore hari juga menandakan bahwa saat itu sedang ada angin kencang dan hendak turun hujan. Hal itu yang membuat Minke dan May memutuskan untuk pulang ke rumah.

5. Periode sejarah

Novel Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer menggambarkan awal abad ke-20 di Indonesia. Kutipan yang membuktikan bahwa kejadian tersebut berada pada awal abad ke-20 antara lain:

a.       “Kemudian aku berjalan kaki sendirian menuju ke sekolahanku di jalan H.B.S.” H.B.S. (Hoogere Burgerschool) merupakan pendidikan menengah umum setingkat MULO+AMS (SMP+SMA) yang berdiri pada masa kolonial Belanda, berdiri pada awal abad ke-20 dan terus beroperasi hingga masa kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945. Setelah kemerdekaan, sistem pendidikan di Indonesia mengalami perubahan yang signifikan. H.B.S. didirikan pada tahun 1863 di Hindia Belanda (Indonesia). H.B.S. dikhususkan untuk anak-anak Eropa, Belanda, Tionghoa, dan elite pribumi.

b.      “Bukan hanya Mevrouw Telinga atau aku, rasanya siapa pun tahu, begitulah tingkat asusila keluarga nyai-nyai: rendah, jorok...” Minke penasaran dengan sosok Nyai Ontosoroh yang merupakan gundik dari Herman Mellema. Menurut Minke, Nyai Ontosoroh tidak serendah nyai-nyai pada umumnya. Namun anggapan umum menyatakan bahwa nyai memiliki tingkat susila yang rendah, jorok, tanpa kebudayaan, dan perhatiannya hanya pada persoalan birahi. Pergundikan dan Nyai merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan perempuan-perempuan yang dikawini tanpa dinikahi. Istilah tersebut muncul pada zaman kolonial sekitar tahun 1800-an. Pergundikan ialah praktik yang umum terjadi pada masa kolonial. Pada masa Hindia Belanda, pergundikan melahirkan kelas masyarakat yang kemudian disebut kaum indo pada abad ke-19 dan ke-20. Sebutan nyai juga merujuk pada wanita simpanan orang asing.

c.       “Adiknya lelaki menyusup ke dalam tangsi, menikamnya dengan rencong...” Tangsi merupakan bangunan yang berfungsi sebagai penjara, asrama, kantor, gedung persenjataan, dan lainnya yang didirikan oleh Belanda pada tahun 1800-an. Di dalam tangsi, istri Jean Marais dibunuh oleh adik laki-lakinya sendiri dengan menikamnya menggunakan rencong dari samping.

6. Orang-orang yang melatarbelakangi jalan cerita

a.       Kusir kereta: Pada halaman 73 terdapat kutipan “Setiap kusir kereta di hadapanku kuperhatikan, jangna-jangan Darsamlah dia.” Minke selalu kepikiran dengan kehidupan Annelies dan ibunya setelah kejadian yang terjadi di Boerderij Buitenzorg bersama Robert Suurhof saat itu. Ia serasa tersihir oleh kecantikan dan sikap kekanakan Annelies dan kepandaian Nyai Ontosoroh yang mampu menaklukkan orang untuk menuruti setiap kemauannya. Setelah kepulangan Minke ke pemondokan ia selalu merasa ingin kembali lagi ke Wonokromo untuk mengunjungi Annelies. Sebelum berpamitan kepada Annelies dan Nyai Ontosoroh pun Minke sudah diperingatkan untuk lain waktu kembali berkunjung ke rumah Annelies dengan dijemput oleh Darsam.

b.      Teman sekolah Minke: “Pada halaman 74 terdapat kutipan “Semua teman sekolahku, Eropa Totok ataupun Indo, laki dan perempuan, rasanya sudah berubah semua.” Semenjak kejadian yang dialami oleh Minke di Boerderij Buitenzorg ia merasa dirinya menjadi berubah, begitu pun teman-temannya di sekolah. Ia merasa terdapat perubahan dalam dirinya, ia kehilangan kelincahan dan keramahannya. Mungkin saja teman-temannya seolah ikut berubah karena mengetahui bahwa Minke berkunjung ke rumah seorang gundik, dan berita tersebut berasal dari Robert Suurhof yang cemburu kepada Minke sebab Robertlah yang diam-diam menyukai Annelies, akan tetapi Minke yang berhasil dekat dengan Annelies. Tujuan awal Robert Suurhof mengajak Minke berkunjung ke rumah Annelies yaitu untuk mempermalukan Minke sebab ia pribumi dan stratanya berada di bawahnya, namun sesampainya di rumah Annelies ternyata kejadiannya tidak sesuai apa yang ia harapkan.

c.       Para tukang: Pada halaman 74 terdapat kutipan “Kulihat para tukang baru memulai kerja sore.” Para tukang itu bekerja kepada Jean Marais, sahabat Minke. Jean Marais merupakan seorang pelukis dan pengrajin kayu yang memiliki bengkel dan beberapa pekerja untuk membantu pekerjaannya. Banyaknya orderan yang masuk membuatnya memerlukan bantuan dari para tukang. Minke biasanya juga ikut membantu mencarikan orderan dan mengantarkan orderan Jean kepada para pelanggan.

d.      Orang Swiss, Jerman, Swedia, Belgia, Rusia, Hongaria, Romania, Portugis, Spanyol, Italia, dan hampir semua bangsa Eropa: Pada halaman 86 terdapat kutipan “Mulailah ia hidup di antara serdadu-serdadu Eropa Totok seperti dirinya...” Jean Marais merupakan salah satu anggota serdadu kelas satu yang melawan masyarakat Aceh. Serdadu kelas satu terdiri dari hampir semua bangsa Eropa yang merupakan sampah buangan dari kehidupan negeri masing-masing. Mereka adalah orang-orang yang putus asa, bandit-bandit pelarian, orang yang lari dari tagihan hutang, ataupun bangkrut karena perjudian dan spekulasi, mereka semua merupakan petualang yang menyelamatkan hidupnya dengan masuk ke Kompeni.

e.       Indo dan Pribumi (umumnya orang-orang Jawa dari Purworejo): Pada halaman 86 terdapat kutipan “Serdadu klas dua hanya untuk pangkat Indo dan Pribumi...” Serdadu kelas dua merupakan pangkat yang diberikan kepada Indo dan Pribumi. Mereka umumnya orang Jawa yang berasal dari Purworejo sebab orang Purworejo terkenal orang-orang yang tenang untuk menghadapi bangsa Aceh. Sebab orang yang tidak tenang atau berangsangan dengan bermodalkan jiwa tangguh pun akan tumpas jika menghadapi bangsa Aceh seperti orang yang berasal dari daerah kapur.


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ulasan Cerpen "Anjing-anjing Menyerbu Kuburan" Karya Kuntowijoyo

Teks Eksposisi "Penetapan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Resmi UNESCO"

Resensi Film "Budi Pekerti"